Cara Pandang Hidup

| Jumat, Januari 06, 2012 |
Ketika dunia membenci, kita mengasihi.

Ayat bacaan: Matius 20:25-26a
=========================
"Tetapi Yesus memanggil mereka lalu berkata: "Kamu tahu, bahwa pemerintah-pemerintah bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan besi dan pembesar-pembesar menjalankan kuasanya dengan keras atas mereka. Tidaklah demikian di antara kamu.."

Kalau orang keras, kita harus lebih keras lagi. Kalau tidak itu artinya kita menyerah kemudian kalah. Pandangan seperti ini dianggap benar bagi banyak orang. Malah tidak jarang pula orang menutupi kelemahan dan rasa tidak percaya dirinya dengan bersikap kasar. Saya menjumpai orang-orang yang membentengi dirinya dengan sikap kasar ini karena sebenarnya mereka tahu bahwa mereka sangatlah lemah di dalam. Pemerintahan dengan tangan besi terjadi di banyak tempat, dan itupun mereka percaya sebagai solusi terbaik dalam membenahi negara. Di satu sisi memang kita harus bertindak tegas dalam menghadapi masalah, tetapi sayangnya ada banyak orang yang sulit membedakan antara tegas dan keras. Mereka berpikir bahwa tegas itu berarti keras dan kasar. Mereka berpikir bahwa orang akan hormat dan takut apabila kekuasaan ditunjukkan secara ekstrim, seperti membentak atau bahkan merendahkan orang lain.

Disisi lain banyak pula orang yang percaya bahwa untuk menang bertarung hidup di dunia yang keras dan kejam kita harus lebih keras dan lebih kejam lagi. Lupakan soal moral, abaikan kejujuran, kebaikan, keramahan, selanjutnya tabraklah segalanya, halalkan semua cara dan raihlah harta, pangkat, jabatan dan sejenisnya sebanyak-banyaknya dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Lalu bersikaplah arogan, ketus, rendahkan orang lain agar diri sendiri terlihat tinggi. Halalkan segala cara, lakukan apa saja yang penting apa yang kita inginkan tercapai. Saling sikut menyikut, saling menjatuhkan, saling menjelekkan, fitnah, korupsi dan tindakan-tindakan amoral lainnya, semua itu bukan lagi sesuatu yang salah untuk dilakukan. Malah yang dianggap bodoh justru orang-orang yang tetap hidup lurus karena itu artinya mereka membuang kesempatan untuk bisa memperoleh segalanya.

Sesungguhnya ini bukanlah gambaran dari umat Tuhan. Alkitab dengan tegas justru berbicara sebaliknya. Jadi apabila hati dan pikiran kita sudah sampai kepada konsep seperti perilaku orang-orang di atas, itu artinya kita sudah sangat jauh dari Tuhan. Konsep kehidupan dan bertingkahlaku yang diajarkan Yesus sungguh bertolak belakang dengan apa yang dipercaya dunia sebagai tolok ukur keberhasilan atau kesuksesan. Lihatlah pengajaran-pengajaran Kristus tentang cara hidup dalam Kerajaan Allah yang terbalik seratus delapan puluh derajat dengan cara pikir dunia. Anda ingin menjadi yang terbesar? Dunia berkata kuasai sebanyak-banyaknya, tetapi Yesus mengajarkan kita sebaliknya. Justru kita harus merendahkan diri kita sejauh mungkin. Untuk lebih jelasnya mari kita lihat apa yang tertulis di dalam Alkitab. "Tetapi Yesus memanggil mereka lalu berkata: "Kamu tahu, bahwa pemerintah-pemerintah bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan besi dan pembesar-pembesar menjalankan kuasanya dengan keras atas mereka." (Matius 20:25) Pemerintah bangsa-bangsa dalam versi bahasa Inggrisnya dikatakan dengan "the rulers of the Gentiles", yang bisa kita artikan sebagai para pemimpin bangsa yang tidak mengenal Allah. Mereka terus mengejar kepentingan dan kepuasan pribadi. Posisi orang percaya seharusnya tidak boleh seperti itu. Perhatikan kata Yesus selanjutnya: "Tidaklah demikian di antara kamu. Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu." (ay 26-27). Apakah ini hanya pepesan kosong, alias sesuatu yang hanya dikatakan semata? Tentu tidak, karena Yesus sudah mencontohkan langsung mengenai sikap tersebut lewat sikap hidupNya ketika ada di dunia ini. Dalam kesempatan lain Yesus juga menyampaikan: "Karena yang terkecil di antara kamu sekalian, dialah yang terbesar." (Lukas 9:48). Berarti orang yang merasa dirinya sudah besar dan merasa berhak melakukan apapun sekehendak hatinya justru merupakan orang-orang kasihan yang terkecil di muka bumi ini.

Lalu selanjunya bagaimana dengan cara kita yang seharusnya dalam menghadapi musuh? Dunia mengajarkan kita untuk membinasakan musuh, kalau perlu menghancurkan mereka berkeping-keping. Hancurkan sebelum kita dihancurkan. Jangan sekedar hancur, tapi kalau bisa berkeping-keping. Kalaupun orang lain harus terkena korban, itu salah mereka. Siapa suruh dekat-dekat dengan musuh. Itu pikiran dunia yang sering kita lihat hari ini. Minimal berikan fitnah, hancurkan secara moral sampai mereka tidak berkutik lagi. Tetapi lagi-lagi Yesus mengajarkan sebaliknya. "Kamu telah mendengar firman: Mata ganti mata dan gigi ganti gigi. Tetapi Aku berkata kepadamu: Janganlah kamu melawan orang yang berbuat jahat kepadamu, melainkan siapapun yang menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu." (ay 38-39). Bukan hanya mengalah dan tidak melawan, tetapi lebih lanjut Yesus mengatakan "Kamu telah mendengar firman: Kasihilah sesamamu manusia dan bencilah musuhmu. Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu." (Matius 5:43-44). That's another step of love. Musuh bukan untuk dihancurkan, tetapi untuk dikasihi, dibantu dan didoakan. Ini sebuah pengajaran yang mendobrak tatanan atau konsep pemikiran secara radikal pada saat itu. Dan hari ini pun masih tetap sama kontroversialnya, terlebih ketika kita melihat orang-orang yang bisa dengan dingin membunuh atau membantai secara masal dengan mengatasnamakan golongan tertentu, sementara negara seolah tidak sanggup berbuat apa-apa, menunjukkan sikap ketakutan dengan terus membiarkan segalanya terjadi.

Yesus mengajarkan konsep kehidupan yang berbanding terbalik dengan apa yang dipercaya dunia sebagai kunci kesuksesan atau kemenangan. Ketika dunia menghalalkan segala cara, kita dituntut untuk melakukan segala sesuatu dengan jujur, tulus dan sungguh-sungguh seperti untuk Tuhan, dan kemudian menyerahkan semuanya sesuai dengan kehendak Tuhan sambil disertai dengan rasa syukur. Ketika dunia mengajarkan kebencian, kita diajarkan untuk mengasihi. Ketika dunia cenderung mencari pembenaran atas segala kekejian, kita diminta untuk bersikap lembut hati dan mau mengakui kesalahan kita. Dunia boleh membenci, tetapi kita mengasihi. Dunia boleh kasar, tapi kita harus lembut. Dunia boleh menumpuk harta, tapi kita harus memberi. Kesombongan tidak ada dalam kamus kita, dan harus diganti dengan kerendahan hati. Semakin tinggi kita naik, kita harus semakin rendah hati. Bukankah bulir padi yang siap tuai pun merunduk? Alkitab sudah menjelaskan bagaimana seharusnya sikap hidup kita. Memberi bantuan dan mengasihi tanpa pandang bulu, termasuk kepada musuh kita. Dunia boleh saja tidak berlaku seperti itu, tapi kita harus mencerminkan terang Tuhan bagi sesama kita. Itu adalah hal yang tidak bisa ditawar-tawar. Mudah? Tentu tidak. Tapi Roh Kudus tentu akan memampukan kita memiliki sikap hati yang lembut jika kita mengijinkannya. Siapkah anda menjadi pribadi yang berbeda dengan dunia dan mencerminkan terang yang bersinar dalam kegelapan?

Ketika dunia membenci, kita mengasihi

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Back to Top