Empat Langkah Untuk Mengampuni Orang Lain

| Rabu, Juli 11, 2018 |
Efesus 4: 31-32 "Segala kepahitan, kegeraman, kemarahan, pertikaian dan fitnah hendaklah dibuang dari antara kamu, demikian pula segala kejahatan. Tetapi hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni, sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu."

Terlalu banyak dari kita yang tidak benar-benar mengerti apa arti pengampunan. Kita mengalami pergumulan karena banyaknya kesalahpahaman akan arti mengampuni orang lain. Saya pernah membahas tentang kesalahpahaman ini. Saya yakin seandainya ada lebih banyak orang yang paham seperti apa pengampunan yang sejati itu, maka mereka akan jauh lebih ingin memaafkan, ketimbang menahan rasa sakit di masa lalu yang tidak sehat itu.

Alkitab dengan jelas memanggil kita untuk mengampuni orang lain. Galatia 6: 1 mengatakan, "Saudara-saudara, kalaupun seorang kedapatan melakukan suatu pelanggaran, maka kamu yang rohani, harus memimpin orang itu ke jalan yang benar dalam roh lemah lembut, sambil menjaga dirimu sendiri, supaya kamu juga jangan kena pencobaan."

Jadi, jika Tuhan mau kita memaafkan orang lain, maka seperti apakah pengampunan Alkitabiah yang sehat itu? Berikut ini proses empat langkah yang harus kita lalui ketika kita berurusan dengan rasa sakit yang disebabkan oleh orang lain.

1. Akui bahwa tidak ada yang sempurna. Ketika kita membenci seseorang, kita biasanya hilang hati nurani akan orang tersebut. Ketika kita dipenuhi dengan kebencian, kepahitan, dan sakit hati, kita cenderung tidak memanusiakan orang yang menyakiti kita. Kita memperlakukan orang itu bagai binatang.

Tetapi kita semua pasti pernah merasakan hal yang sama. Alkitab berkata, "Sesungguhnya, di bumi tidak ada orang yang saleh: yang berbuat baik dan tak pernah berbuat dosa!" (Pengkhotbah 7:20). Kita semua tidak sempurna.

2. Lepaskan hak Anda untuk membalas. Inilah inti dari pengampunan. Alkitab berkata, "Saudara-saudaraku yang kekasih, janganlah kamu sendiri menuntut pembalasan, tetapi berilah tempat kepada murka Allah, sebab ada tertulis: Pembalasan itu adalah hak-Ku. Akulah yang akan menuntut pembalasan, firman Tuhan"(Roma 12:19). Anda punya hak untuk membalas, tetapi Anda harus berkomitmen untuk tidak melakukannya. Itu tidak adil, tetapi itu sehat. Ini bukan keputusan satu kali, tetapi ini keputusan yang harus diambil setiap hari, bahkan setiap detik.

3. Balas kejahatan dengan kebaikan. Beginilah caranya Anda tahu bahwa Anda telah membebaskan seseorang dari kesalahan yang telah dilakukan terhadap Anda. Secara manusiawi, hampir tidak mungkin untuk membalas kejahatan dengan kebaikan, maka itulah Anda butuh bantuan Allah. Anda butuh kasih Yesus untuk memenuhi jiwa Anda. Mengapa? Kasih Allah tidak menyimpan kesalahan orang lain (lihat 1 Korintus 13).

4. Fokus kembali pada rencana Tuhan untuk hidup Anda. Berhentilah fokus pada rasa sakit dan orang yang menyakiti Anda. Sebaliknya, fokuslah kembali pada tujuan Tuhan untuk hidup Anda, yang mana itu jauh lebih besar dari masalah atau rasa sakit apa pun yang mungkin tengah Anda hadapi saat ini.

Oleh sebab itu, janganlah tenggelam dalam kebencian Anda. Jika Anda sudah lama menahan rasa sakit yang disebabkan oleh orang lain, ikuti keempat langkah tadi dan lanjutkan hidup Anda sebagaimana kehendak Allah atas Anda.

Renungkan hal ini:

- Bisakah Anda memikirkan satu momen ketika Anda membalas kejahatan dengan kebaikan? Bagaimana situasi itu berubah?
- Manakah dari keempat elemen pengampunan Alkitabiah yang disebutkan di atas yang biasanya paling sulit untuk Anda kerjakan?
- Menurut Anda mengapa begitu banyak orang lebih suka menahan rasa sakit mereka, ketimbang melepaskannya? Bagaimana kepahitan mempengaruhi seseorang secara emosional dan fisik?



Bacaan Alkitab Setahun :
Ayub 41-42; Kisah Para Rasul 16:19-40


Selama Anda terus fokus pada orang yang menyakiti Anda, maka orang itu akan terus mengendalikan Anda. Malah, itu bisa tambah parah. Bila Anda belum memaafkan orang yang melukai Anda, maka Anda akan mulai menyerupai mereka.
(Diterjemahkan dari Daily Devotional by Rick Warren) 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Back to Top