Berserah di Getsemani

| Selasa, April 29, 2014 |

Markus 14:34 "Lalu kata-Nya kepada mereka: "Hati-Ku sangat sedih, seperti mau mati rasanya. Tinggallah di sini dan berjaga-jagalah."

Apakah Anda pernah merasa kesepian?
Pernahkah Anda merasa seolah-olah teman dan keluarga telah meninggalkan Anda?
Apakah Anda pernah merasa sepertinya salah dimengerti?
Apakah Anda pernah mengalami saat-saat sulit untuk memahami atau tunduk pada kehendak Allah bagi hidup Anda?

Jika demikian, maka Anda punya satu gambaran tentang apa yang Tuhan Yesus rasakan ketika menderita di Getsemani.

Ibrani mengatakan, "Sebab Imam Besar yang kita punya, bukanlah imam besar yang tidak dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan kita, sebaliknya sama dengan kita, Ia telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa. Sebab itu marilah kita dengan penuh keberanian menghampiri takhta kasih karunia, supaya kita menerima rahmat dan menemukan kasih karunia untuk mendapat pertolongan kita pada waktunya" (4:15-16).

Alkitab mengatakan kepada kita bahwa Yesus adalah "Seorang yang penuh kesengsaraan dan yang biasa menderita kesakitan; ia sangat dihina, sehingga orang menutup mukanya terhadap dia dan bagi kitapun dia tidak masuk hitungan" (Yesaya 53:3).
Tapi kesedihan yang Ia alami di Getsemani pada malam sebelum penyaliban sepertinya merupakan puncak dari semua kesedihan yang pernah Ia alami, dimana mencapai klimaksnya di hari berikutnya.
Kemenangan akhir yang berlangsung di Kalvari itu, pertama kalinya terjadi di bawah pohon-pohon zaitun tua keriput di Getsemani.

Menarik diketahui bahwa kata Getsemani itu sendiri berarti "tempat pemerasan minyak zaitun. Buah zaitun yang diperas di sana untuk membuat minyak, sama dengan Yesus yang saat itu tengah ditekan dari semua sisi. Ia berkorban agar bisa membawa kehidupan bagi kita. Saya rasa kita bahkan tidak bisa memahami sama sekali apa yang saat itu Ia rasakan."

Mungkin saat ini Anda tengah berada di satu titik krisis kehidupan-Getsemani Anda.
Ketika Anda punya kehendak, Anda tentu tahu apa yang Anda inginkan.
Namun, Anda bisa rasakan jika kehendak Anda dan kehendak-Nya itu berbeda.

Apakah Anda membiarkan Allah memilihkan kehendak untuk Anda?
Apakah Anda bersedia berseru, "Tuhan, aku menyerahkan kehendakku kepada-Mu. Bukan kehendakku, tapi biarlah kehendak-Mu yang jadi? Percayalah, Anda tidak akan menyesal membuat keputusan itu.

Tuhan, aku menyerahkan kehendakku kepada-Mu. Bukan kehendakku, tapi biarlah kehendak-Mu yang jadi dalam hidupku. Amin.
(Diterjemahkan dari Daily Devotional by Greg Laurie)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Back to Top